Minggu, 23 Mei 2010

Obat Mujarab

Saya mau berbagi cerita saat saya sedang tidak enak badan, sedangkan waktu itu saya hanya bertiga dengan 2 jagoan kecil di rumah. Maag yang menyerang membuat saya kesakitan luar biasa waktu itu.  Setelah memastikan ruang tengah aman, dan semua pintu terkunci, saya biarkan dua jagoan kecil saya bermain sendiri, sementara saya berbaring di kamar menahan sakit.
Dan Subhanallah .... dua jagoan kecil saya masuk. Si kakak membawa segelas air putih serta obat penurun panasnya dan mengulurkannya pada saya ," Minum bu ... biar sakit perutnya sembuh." ujarnya ," seperti mas waktu sakit panas kemaren." 
Sementara si adek menghampiri saya dan bertanya dengan bahasa planet-nya ( waktu itu dia masih cadel) ," Mana yang sakit, bu ?"
Saya tunjukkan bagian perut, dan huff dia meniupnya ," Udah sembuh." ujarnya persis seperti yang sering saya dan suami lakukan ketika dia luka kecil akibat terjatuh.
Belum selesai saya terpana melihat kelakuan keduanya, mereka berbaring di kanan kiri saya dan memeluk saya ," Ayo dikelonin biar sembuh." ucap mereka hampir bersamaan. Dan aneh bin ajaib keduanya cepat tertidur dalam posisi memeluk saya, padahal biasanya mereka perlu proses panjang untuk berangkat tidur.
Tak terasa air mata saya mengalir .... dan kali ini bukan karena sakit. Segelas air putih dan tiupan kedua jagoan saya sudah menghilangkan rasa sakit itu. Segelas air putih penuh ketulusan dan tiupan ringan dengan sapuan kasih sayang menjadi obat yang sangat mujarab.
Seringkali kita tidak menyadari, anak-anak memiliki empati yang jauh lebih baik daripada kita, empati yang didasarkan pada ketulusan dan kebersihan hati. Ketulusan dan kebersihan hati itu pula yang mendorong mereka mampu melakukan hal yang tidak terpikirkan oleh kita, seperti mereka merawat kita saat sakit ( waktu itu mereka berusia 3 dan 1,5 tahun ).
Memang hanyatindakan kecil .... tapi saya yakin, buat para orang tua .... perhatian, ketulusan dan kasih sayang  anak-anak merupakan obat yang mujarab dalam menghadapi apapun.

Sabtu, 15 Mei 2010

Malaikat Punya Penghapus ...??


Anak-anak dengan mudah menerima dan mengingat apa yang diajarkan kepadanya, dan pada usia tertentu mereka mulai berpikir dengan nalar mereka sendiri. Itu juga yang terjadi pada jagoan sulung saya .... Suatu hari sepulang sekolah (saat ini dia duduk di TK-A) dengan antusias di bercerita tentang malaikat yang bertugas menncatat perbuatan manusia. Sepertinya hari itu materi cerita di sekolahnya adalah tentang perbuatan baik dan buruk. Hampir sepanjang hari dia sibuk memberitahu adiknya dan juga saya bahwa setiap perbuatan kita dicatat oleh malaikat, "jadi kita harus berbuat baik biar catatannya bagus." Dan syukurlah ... sepanjang hari itu, dan keesokan harinya saya lebih mudah untuk mengarahkannya agar tidak jahil kepada adiknya, tidak marah-marah dan sebagainya. Singkat kata, dua hari itu dia menjadi anak yang manis..... sekali. Memasuki hari ketiga, mulai jahilnya kumat .... tapi masih dengan kadar yang lebih ringan dibandingkan biasanya. Sore harinya, saat saya sibuk dengan pekerjaan rumah, mereka berdua main di halaman. Tiba-tiba sang kakak berlari ke dalam rumah sambil memanggil saya ," Ibu .... Aku tadi pukul adik, habisnya adik nakal." " Udah minta maaf ?" tanyaku setelah melihat adiknya baik-baik saja. " Sudah .... tapi ..." " Tapi apa ?" " Malaikat punya penghapus gak ya bu ...? Biar catatan nakalku hilang ..." ?????

Rabu, 12 Mei 2010

Anak adalah apa yang diperlihatkan orangtuanya


Tidak pernah mudah menjadi orang tua, walaupun itu sangat menyenangkan. Apalagi untuk ibu-ibu yang sepanjang hari bersama mereka. Pengendalian diri dan tutur kata rasanya terus menerus diuji, sepanjang malaikat-malaikat kecil kita terjaga. Bukan hal yang mudah, dan seringkali kita lepas kendali. Manusiawi memang, tapi beberapa saat setelah itu kemungkinan besar kita akan menyesalinya. " Anak adalah apa yang diperlihatkan orangtuanya " ungkapan itu sering saya dengar dari almarhum ibu saya, dan itu yang saya alami saat ini .... terlebih setelah dua jagoan saya semakin pandai berinteraksi. Saat mereka belum lancar berbicara, mereka sudah mulai menirukan apa yang biasa kita lakukan. Lucu sekali melihat jagoan kecil itu merengut seperti saya, mengerutkan dahi seperti bapaknya, atau bagaimana caranya memegang barang-barang tertentu. Kemudian mereka mulai bisa menirukan intonasi suara saya saat sedang senang, malas atau bahkan marah. Setelah itu mereka mulai lancar berbicara ... dan semakin banyak yang mereka tirukan dari saya, suami maupun orang-orang disekitarnya. Pengucapan kata-kata tertentu, aksen dan gaya bicara di'bajak' habis oleh mereka. Sang kakak sudah bisa memarahi adiknya, sama dengan apa yang biasa saya lakukan saat saya memarahinya. Si adik sudah bisa menirukan dialog di film kartun kesukaannya. Bahkan mereka sudah bisa berdialog dengan 'gaya tertentu' Untuk saat-saat tertentu hal itu bisa jadi lucu dan menggemaskan .... Tapi, sering saya berpikir bagaimana kalau contoh yang tidak bagus yang lebih sering diikutinya ( karena lebih sering dilihatnya) ? Huffff .... bisakah saya melindungi mereka dari contoh-contoh yang tidak baik ....? Tidak semudah itu, mengingat mereka sudah berinteraksi dengan lingkungan sekitar diluar rumah. Dan bukankah yang lebih sering mereka lihat adalah SAYA, ibunya ...??? Sekali lagi nasehat almarhum ibu saya menggelayut dalam pikiran saya. Ternyata memang tidak mudah menjadi orangtua, walaupun hukumnya wajib kita berusaha memberikan yang terbaik bagi mereka, termasuk berusaha menjaga sikap dan tutur kata.